Header Ads

Naskah Monolog Topeng Topeng Karya Rachman Sabur

Monolog Topeng Topeng

SENITULAR - Seorang Anak Panggung yang sekalian selaku narator sudah menegaskan audience kalau dia hendak memerankan dua tokoh, ialah: Waska serta Semar.

Perjumpaan pada Waska jadi titik dimana dia menyimpan simpati yang dalam pada Waska. Anak Panggung merupakan teman Waska. Lalu dia berupaya buat memperkenalkan Waska, yang setelah itu Waska malah mengaku selaku Semar; berdialog tentang proyek kemanusiaan, membeberkan pengalaman selaku mantan anak wayang, serta pemain sandiwara.

Anak Panggung merupakan teman sekalian pengikut setia Waska. Dia berkeyakinan kalau Waska mengubah nama jadi Semar cuma buat kepentingan administrasi serta fortmalitas saja.

Kemudian Anak Panggung pula bersiasat buat memperkenalkan Semar yang barangkali Semar memiliki kabar berarti tentang peristiwa era yang wajib lekas diwartakan kepada seluruh orang.

Kala Semar timbul, Semar malah mengaku selaku Waska. Waska se- Waska- Waska- nya dengan sangat meyakinkan.

Dalam monolog Topeng Topeng, badan Anak Panggung yang sekalian narator terbelah jadi dua tokoh, ialah: Waska serta Semar.

Topeng Topeng memperkenalkan pengalaman Anak Panggung dalam jalinan peristiwa di luar dirinya. Dapat dikatakan kalau Waska serta Semar merupakan penumpukan diri Anak Panggung yang tercipta dari norma-norma sosial yang diserap melalui pengalaman-pengalaman, sehingga tercipta emosi dalam benak serta jiwa Anak Panggung.

Monolog Topeng Topeng memperkenalkan banyak persoalan pula interpretasi, baik di dalam bacaan ataupun di luar bacaan. Tokoh Waska, semacam yang dikatakan oleh narator dalam naskah.

Waska merupakan tokoh dalam lakon sandiwara Orkes Madun (1999) karya Arifin C. Noer. Lebih khusus pada bagian Orkes Madun II atawa Umang- Umang.


Baca Juga : Naskah Teater Antigone Karya Sophokles


Terdapat pembacaan terhadap naskah monolog Topeng Topeng dengan naskah Umang- Umang. dapat dikatakan terdapat peristiwa interteks dalam naskah monolog Topeng Topeng karya Rachman Sabur.

Terdapat banyak simbol yang muncul, semacam: peti, topeng gelap serta putih, kain gelap serta putih. Topeng merupakan ekspresi dari emosi jiwa serta benak. Simbol- simbol tersebut sudah terdapat dalam petunjuk teknis naskah. Topeng gelap serta putih tidak jadi tolak ukur yang tentu tentang baik serta kurang baik.

Topeng-topeng sudah ditanggalkan dari wajah. Topeng-topeng cuma dijadikan pajangan yang menghias panggung. Ini merupakan suatu perkara perundingan artistik yang diseleksi kala banyak tawaran- tawaran buat melaksanakan reinterpretasi ulang suatu suatu pementasan sebab benturan kondisi serta seluruh berbagai.

Peti jelas ialah simbol kematian. Kematian badan yang lain. Entah Waska. Entah Semar. Serta Anak Panggung cumalah orang yang menghidupkan kembali Semar serta Waska.

Proses menghidupkan yang lain dalam diri Anak Panggung, malah sudah meniadakan badan aslinya. Badan Anak Panggung jadi kepunyaan Waska serta Semar. Peti merupakan tempat yang cocok buat menempatkan badan sendiri ataupun badan yang lain.

Monolog Topeng Topeng mengajak kita buat merefleksikan banyak perihal dalam diri kita. Pengalaman atas suatu peristiwa di masa kemudian bisa membentuk sesuatu perilaku ataupun apalagi pandangan hidup yang bermanfaat buat merefleksikan banyak perihal, hari ini, serta masa depan. Apalagi lebih bertahan lama dibandingkan kematian badan.

Untuk membaca lebih lengkap naskah teater naskah monolog Topeng-Topeng karya Rachman Sabur dapat download di LINK BERIKUT.***

No comments

Powered by Blogger.