Naskah Teater Nyanyian Angsa Karya Anton Chekhov
SENITULAR - Di Amerika serta Eropa, pecandu teater hendak membaca bermacam resensi serta rujukan sehubungan dengan pertunjukan saat sebelum mereka menyambangi gedung teater. Karena mereka tidak mau membuang waktu buat kesia- siaan. Mereka wajib lebih dini ketahui, paham, serta menguasai apa yang hendak dipertunjukan, sehingga mereka dapat menikmati pertunjukan. Tontonan yang menarik lekas memperoleh tepuk sorai, yang kurang baik lekas menemukan umpatan.
Serta menyaksikan karya-karya Chekhov bukanlah gampang. Tidak hanya dia merupakan penulis drama-drama berkelas, satire Chekhov dipadati indikator (signified) serta petanda (signifier) sebagaimana diisyaratkan dalam semiotika Ferdinand De Saussure serta Roland Barthes.
Di lain sisi, drama selaku karya sastra ialah gambaran dari masyarakatnya, yang dipadati arti simbolis yang butuh dibeberkan dengan model semiotika. Selaku karya yang bermediakan bahasa, drama mempunyai bahasa yang sangat berbeda dengan yang digunakan dalam kehidupan tiap hari ataupun bahasa karya ilmiah. Bahasa dalam sastra memakai style bahasa tertentu.
Ini sebabnya, harusnya aku menulis lebih dini estetika dramatic “Nyanyian Angsa” Chekhov. Paling utama menyangkut alurnya yang lingkungan, gramatiknya, bahasa badan, pengucapan serta otensitasnya. Tetapi aku terletak di titik terdalam kecemburuan. Cemburu pada Pearly Eirene serta Latirka Toar yang lagi dilanda cinta. Manusiawikah kecemburuan aku?
Wajib kuungkap, fase dini manusia manula merupakan 55 tahun. Semacam Vasili Svietlovidoff serta Nikita Ivanitch, 2 tokoh Anton Pavlovich Chekhov dalam ‘Nyanyian Angsa’. Barangkali mulai didera Post Power Syndrome, penyakit laten kalangan manula yang oleh orang Manado diucap “Tuta”.
Tuta semacam ini kerap mengenai orang- orang yang dulu sempat popular, berkuasa, ataupun mempunyai kekuasaan yang telah merambah masa pensiun, ataupun kembali jadi orang biasa. Suatu deraan perasaan tidak dihargai oleh orang- orang disekitarnya. Dampaknya, kehabisan jati diri serta tujuan hidup. Serta senantiasa terpuruk dalam kenangan- kenangan masa kemudian serta kesunyian, sembari menghibur diri dengan sebotol bir. Serta ketutaan ini sangat manusiawi sebetulnya.
Seketika merasa senasib dengan Svietlovidoff serta Ivanitch. Sama dengan Pearly Eirene serta Latirka Toar, seniman manula yang terus menyosong sisa hidup dengan penuh harapan serta sekalian penuh ratapan.
Semacam kutukan Ikarus yang bermimpi menggapai matahari dengan sayap palsu, ataupun Sysyphos yang terperangkap nihilism, aku wajib terus menulis Svietlovidoff, orang tua malang itu. Sebab tinggal dengan menulis kami bersama masih dapat memandang matahari di tiap- tiap ujung umur.
“Ayolah kita berangkat ubah baju. Saya bukan orang tua. Seluruh itu tolol, omong kosong!( Tertawa gembira) Apa yang kau tangisi? Ini bukan… keinginan! Ya, ya, segalanya ini bukan keinginan! Ayo, ayo orang tua, jangan terbeliak bigitu! Apa karena kau terbeliak begitu? Ya, ya,( memeluk sembari menangis) Jangan menangis! Di mana terdapat seni serta jenius di sana tentu tidak terdapat seluruh syarat, kesepian, ataupun penyakitan… cuma kematian itu yang terus menjadi dekat.” ucap Vasili Svietlovidoff, kepada Nikita Ivanitch.
Sebagaimana kekhasan Chekhov, dalam satire sangat pedih seklipun senantiasa diakhiri dengan optimis serta riang gembira. Chekhov seolah mengajak buat( men) cinta tanpa henti, kendati dengan seluruh kemungkinan- kemungkinan cinta yang menarik serta ekstrem.
Buat unduh naskah Nyanyian Angsa karya Anton Chekhov, silakan klik LINK BERIKUT.
Post a Comment