Teguh Karya
SENITULAR - Steve Liem Tjoan Hok (lebih dikenal dengan nama Teguh Karya; 22 September 1937 – 11 Desember 2001) adalah seorang sutradara film legendaris Indonesia.
Teguh Karya merupakan pemimpin Teater Populer sejak didirikan pada tahun 1968. Dikenal sebagai maestro perfilman Indonesia, ia telah enam kali meraih Piala Citra kategori Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia.
Film-film Teguh Karya melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim, dan Alex Komang. Pada tahun 2001 Teguh meninggal akibat komplikasi pasca stroke yang ia alami tahun 1998.
Kehidupan Awal Teguh Karya
Teguh Karya terlahir dengan nama Steve Liem Tjoan Hok pada 22 September 1937 di Pandeglang, Banten. Ia adalah anak pertama dari Laksana Karya (Tjon Hok) dan Naomi Yahya yang merupakan keturunan Tionghoa Indonesia.
Teguh Karya memiliki keturunan Banten dari neneknya. Ia bersekolah di sekolah dasar di daerah Pandeglang, tetapi pindah ke Jakarta untuk menempuh sekolah menengah pertama.
Pendidikan Teguh Karya
Teguh belajar di Akademi Seni dan Film Indonesia (ASDRAFI) Yogyakarta dari tahun 1954-1955. Lalu, ia belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) Jakarta dari tahun 1957 sampai 1961.
Ia mendapat beasiswa untuk belajar drama dan film di East–West Center Universitas Hawaii di Honolulu tahun 1963.
Karier Teguh Karya
Sepulang ke Indonesia dia mengajar seni peran di ATNI (1964). Pada masa itu juga ia mendirikan Teater Populer bersama Tuti Indra Malaon, Christine Hakim, Slamet Rahardjo, dan lain-lain.
Ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (1962). Ia pernah bekerja sebagai penata artistik panggung Hotel Indonesia (1961-1972).
Teater Populer kemudian berhasil memproduksi sejumlah drama, termasuk Pernikahan Darah (1971), Inspektur Jenderal, Kopral Woyzeck (1973), dan Perempuan Pilihan Dewa (1974).
Teguh Karya memulai debut film pada tahun 1971 lewat Wadjah Seorang Laki-Laki sebagai penulis cerita, skenario, dan sutradara. Dua tahun kemudian ia merilis film Cinta Pertama, yang membawanya meraih Piala Citra serta mengangkat karier akting bintangnya, Christine Hakim. Ia kemudian merilis tiga film romansa lain, Ranjang Pengantin, Kawin Lari, dan Perkawinan Semusim.
Karyanya yang sukses di pasaran, Badai Pasti Berlalu, dirilis pada tahun 1977. Diadaptasi dari novel dengan nama sama oleh Marga T, film ini disaksikan oleh 212.551 penonton saat peluncuran perdananya.
Lagu tema film ini diisi oleh sejumlah musisi kenamaan seperti Chrisye dan Berlian Hutauruk. Film ini kemudian memenangi empat Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1977.
Dua tahun kemudian, ia menyutradarai film sejarah November 1828, yang menerima enam Piala Citra. Kemudian ia menyutradarai film Di Balik Kelambu, Secangkir Kopi Pahit, Doea Tanda Mata, Ibunda dan Pacar Ketinggalan Kereta.
Teguh juga menyutradarai sejumlah sinetron, salah satunya sinetron Pulang (1987). Pada tahun 1995 ia menyutradarai serial Alang-Alang, yang didukung oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Johns Hopkins University Population Communication Services.
Baca Juga : N. Riantiarno
Kematian Teguh Karya
Pada tahun 1998, Karya menderita stroke, yang menyebabkan kehilangan ingatan dan membuatnya harus duduk di kursi roda seumur hidupnya. Ia meninggal pada usia 64 tahun di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo, Jakarta Pusat pada 11 Desember 2001.
Karyanya dipengaruhi oleh banyak sutradara, termasuk Asrul Sani, D. Djajakusuma, dan Usmar Ismail.
Peninggalan Teguh Karya
Sepanjang kariernya Teguh memenangi Piala Citra terbanyak (seperti yang dinyatakan The Jakarta Post sebagai "countless"). Selain menjadi sutradara yang paling banyak meraih penghargaan Sutradara Terbaik, yaitu sebanyak enam penghargaan dari sembilan nominasi.
Teguh Karya juga menjadi sutradara yang film-filmnya paling banyak dinobatkan sebagai Film Terbaik, yaitu sebanyak lima kali dari delapan nominasi. Hampir sebanyak gelar yang diraihnya sebagai Sutradara Terbaik — hanya pada tahun 1975 filmnya Ranjang Pengantin kalah oleh film Wim Umboh, Senyum di Pagi Bulan Desember.
Pada tahun 1985, Teguh Karya dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik untuk dua filmnya, Doea Tanda Mata dan Secangkir Kopi Pahit, dan kedua filmnya itu pun dinominasikan sebagai Film Terbaik.
Namun dia justru dikalahkan oleh anak didiknya, Slamet Rahardjo, yang dinobatkan sebagai Sutradara Terbaik dan filmnya Kembang Kertas sebagai Film Terbaik.
Pada tahun 2005, Twilite Orchestra menggelar konser mengenang karya Teguh yang menampilkan lagu-lagu dari film Teguh Karya. Penampil di konser tersebut termasuk orang-orang yang ia sutradarai, seperti Berlian Hutauruk, serta bintang pop seperti Krisdayanti dan Ruth Sahanaya.
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia 2015 memberi penghormatan kepada Teguh Karya dengan menjadikan tema festival tahun tersebut, Tribute to Teguh Karya. Acara malam penganugerahan Piala Citra festival ini diselenggarakan di Banten yang merupakan provinsi kelahiran sang legenda film.
Kehidupan Pribadi Teguh Karya
Teguh Karya tidak pernah menikah, meski sesekali berkencan. Ketika ditanya mengapa, dia berkata bahwa di sana setiap orang memiliki "kamar" di dalamnya, untuk seni, teman, negara, dan hal-hal lain; urutan kamar ini diisi berbeda untuk setiap orang.
Filmografi
- Djendral Kantjil (1958) - sebagai pemeran
- Mak Tjomblang (1960) - sebagai pemeran
- Sembilan (1967) - sebagai pemeran dan penata artistik
- Wadjah Seorang Laki-Laki (1971) - debut film perdana
- Cinta Pertama (1973)
- Ranjang Pengantin (1974)
- Kawin Lari (1975)
- Jinak-Jinak Merpati (1975) - sebagai penulis
- Perkawinan Dalam Semusim (1976)
- Badai Pasti Berlalu (1977)
- Pacar Seorang Perjaka (1978) - sebagai penulis
- November 1828 (1978)
- Usia 18 (1980)
- Kipas Akar Wangi (1981)
- Di Balik Kelambu (1983)
- Ponirah Terpidana (1983) - sebagai pemeran
- Doea Tanda Mata (1984)
- Secangkir Kopi Pahit (1984)
- Ibunda (1986)
- Pacar Ketinggalan Kereta (1988)
- The Procession (1992)
- Alang-Alang (1994) - mini seri TV
- Indonesia Berbisik (1995) - film TV
Post a Comment