Bedah Naskah Anai-Anai Teater Gadhang
SENITULAR - Dipentaskan Teater Gadhang semalam di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Membuyarkan ekspektasi penonton yang ketika nonton teater berharap dialog dan adegan komedi. Sementara pertunjukan terkesan dramatis dengan dialog yang lumayan berat dipahami.
Karena seni sifatnya subjektif. Dari puluhan naskah yang pernah saya buat, ini menjadi karya terbaik saya. Dengan proses penulisan sekira dua bulan, naskah ini menguak banyak kegelisahan saya seputar politik, sosial, pendidikan, cinta, dan agama.
Mungkin karena bentuk pertunjukan surealis (absurd) dengan dialog yang dominan menunggunakan diksi sastra. Penonton awam kurang jelas memahami maksud pesan yang disampaikan setiap adegan. Sebab tujuan pembuatan naskah memang ditujukan untuk penikmat seni, khususnya teater.
Anai-anai atau biasa disebut laron merupakan hewan yang kehadirannya menunggu musim hujan dan berkembangbiak di bawah lampu (cahaya). Ketika gelap anai-anai akan pergi, menghilang, dan meninggal. Konsep cahaya disimbolkan tentang nilai ketuhanan, kebahagiaan, dan ketenangan.
Namun kadang cahaya (kebahagiaan) manusia sering disandarkan kepada orang atau sesuatu yang lain. Tidak menyadari bahwa "cahaya" itu sebenarnya ada dalam diri manusia. Sementara kita lebih suka menjadi anai-anai daripada cahaya itu sendiri. Mencari kebahagiaan, bukan menyebarkan kebahagiaan.
Simbolisasi Tuhan (Nurela Nur) - menjadi sisi spiritual tentang perdebatan ideologi dan keyakinan dalam diri manusia. Semua pesan tentang kehadiran Tuhan dalam bentuk cahaya diri manusia dijabarkan secara runtut oleh Nurela Nur. Banyak yang mencari Tuhan, namun banyak yang tidak mengerti apa itu “Tuhan”.
Banyak dialog sarkastik untuk menyindir politikus, tenaga dan sistem pendidikan, fenomena percintaan, konflik rumah tangga, lunturnya kebudayaan, dan fanatisme keagamaan. Namun benang merah cerita tetap pada keteguhan anai-anai yang setia mencari “cahaya”.
“Aku harus tetap berjalan untuk menemukan manusia. Sekeliling yang tampak hanya kumpulan monyet dan iblis bertopeng manusia. Rakus dan tamak. Setiap saat berganti muka. Aku dituduh gila, sedangkan mereka sendiri gila.” - Ini dialog tokoh utama yang menjadi pesan naskah.
“Mungkin ada yang ingin sepertiku. Sedangkan aku, selalu ingin seperti mereka. Refleksi sepanjang hari kalau manusia tidak akan berhenti untuk ingin.” - dialog keresahan Dongok mencari cahaya yang selamanya tidak akan ketemu. Dengan kegilaan dan kematian, orang akan menemukan kebahagiaan.
Orang-orang menganggap dengan punya banyak uang, pendidikan tinggi, kerja mapan merupakan faktor utama kebahagiaan. Naskah Anai-Anai mencoba memutarbalikan realita bahwa kebahagiaan ada dalam diri manusia yang terdapat cahaya dengan simbolisasi Tuhan.
Sekali lagi terimakasih untuk Teater Gadhang yang berkenan mementaskan naskah Anai-Anai. Terimakasih juga untuk semua penonton yang hadir dan berhasil memahami pesan yang ingin saya sampaikan sebagai penulis naskah. Rupanya, saya masih punya gairah untuk berkesenian.***
Sumber : VIRALAYAR
Post a Comment