Kelompok Teater Awal di Indonesia
SENITULAR - Kelompok teater awal di Indonesia banyak melahirkan tokoh-tokoh teaterawan legenda seperti Rendra, Riantiarno, Arifin C Noer, hingga Teguh Karya. Kualitas kelompok teater awal di Indonesia menjadi tonggak drama domestik yang kemudian populer ke berbagai kota di Indonesia.
Kelompok teater awal di Indonesia dijadikan parameter drama modern yang mulai menggusur popularitas teater tradisional. Berbagai genre naskah teater lahir mulai dari kritik sosial, politik, konflik rumah tangga, hingga agama.
Sampai sekarang, masih banyak kelompok teater yang mementaskan karya sastra (naskah) kelompok tetaer periode awal kemerdekaan. Bahkan masih banyak kelompok teater awal di Indonesia yang masih eksis sampai sekarang. Berikut ini tiga kelompok teater yang menjadi acuan kemajuan teater di Indonesia.
Bengkel Teater Rendra
Pada tahun 1967 di Yogyakarta, wahyu sulaeman Rendra mendirikan kelompok teater yang bernama Bengkel Teater Rendra. Mulanya kelompok ini sering menampilkan gaya ketoprak yang khas. Drama yang pernah dipentaskan antara lain, Oedipus sang raja, Oedipus di Kolonus, Antigone, Hamlet dan Macbeth.
Pementasan lain dengan pertunujakan yang diapresiasi luar biasa adalah Pangeran Homburg, Perjuangan suku naga, Mastodon dan burung kondor, kasidah barjanji dan selamatan anak cucu sulaeman.
Rendra merupakan salah satu tokoh teater terbaik di Indonesia. Selain sebagai sutradara, beliau juga piawai menjadi aktor teater. Naskahnya pun banyak di sadur dan diterjemahkan kedalam bahasa asing. Dalam setiap pementasannya Rendra selalu ikut berperan memerankan tokoh utama dan sering memerankan tokoh ganda.
Rendra mendapat berbagai penghargaan dari pemerintah berkat kepiawaiannya. Pertama hadiah dari sayembara penulisan drama dan depdikbud Yogyakarta (1954), kemudian hadiah sastra nasional BMKN (1956), penghargaan Anugerah seni dari pemerintah republik Indonesia (1970), yayasan buku utama dari depdikbud (1976), penghargaan adam malik (1989), the S.E.A write award (1996), achmad bakrie (2006), dan terakhir dari dewan kesenian jakarta. Dan salah satu drama yang berhasil mendapat penghargaan dari dinas pendidikan dan kebudayaan yakni drama berjudul "orang-orang di tikungan jalan".
Melalui bengkel teater lahir nama seniman nasional seperti Arifin C Noer, Azwar A N, Putu Wijaya, Adi Kurdi, dan Deddy Sutomo mereka berkembang dan menidirikan kelompok teater sendiri.
Teater Populer
Dipimpin oleh teguh karya, semula bernama teater populer hotel indonesia. Teater ini didirikan pada 14 oktober 1968 di Jakarta. Ciri khas kelompok ini adalah pertunjukan teater realis yang mudah dinikmati penonton. Karya kelompok ini dianggap kalangan kritikus sebagai puncak eksplorasi, diantara lain Jayaprana karya Jef Last, Pernikahan darah karya Federico Garcia Lorca, Inspektur Jendral Karya nikolai Gogol, Woyzeck karya Georg Buchner dan perempuan pilihan dewa karya Bertolt Brecht, yang semuanya disutradarai oleh teguh karya. Pada tahun 1971, kelompok ini melahirkan sebuah film "wajah seorang laki-laki. Dan teguh karya menyabet gelar sutradara terbaik dalam festival film indonesia.
Teater populer melahirkan seniman berbakat seperti Christine hakim, N. Riantiarno, Tuty Indra malaon, Gorge kamarullah, Dewi Matindas, Alex Komang dan masih banyak lagi. Sepeninggal Teguh Karya, sanggar dipimpin oleh Slamet Rahardjo
Teater Kecil
Berdiri sekitar 1968 dan didirikan oleh arifin chairin noer. Arifin telah menekuni dunia teater sejak di bangku SMP. Kelompok ini mudah menarik masyarakat karena bersifat realis. Karya yang dihasilkan juga sangat berbeda dari segi bentuk, struktur, maupun isi lakon. Ia selalu berusaha memasukan unsur seni daerah, seperti dongeng, nyanyian, lenong, wayang, dan sebagainya.
Karya drama yang pernah dipentaskan hingga sekarang antara lain kapai-kapai, mega-mega, madekur tarkeni, umang-umang, sandek pemuda pekerja. Melalui karyanya nama Arifin C Noer mulai terkenal dikalangan seniman dan masyarakat. Penghargaan yang pernah diraih yakni sebagai penulis skenario terbaik di festival film asia tahun 1972 dan piala citra dalam FFI tahun 1978. Berkat kesuksesan tersebut, kritikus drama menyebut Arifin C Noer sebagai Bapak Naskah Drama Indonesia masa kini.***
Post a Comment