Olah Tubuh dan Rasa dalam Seni Tari
SENITULAR - Seni Tari memiliki peranan penting dalam mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotor seseorang. Kognitif berhubungan dengan pengetahuan, yakni identik dengan proses pembelajaran.
Selanjutnya afektif yang merupakan pengembangan sikap, dalam mengembangkan karakter serta sikap seseorang tentu saja harus dilandasi dengan proses belajar. Terakhir yakni psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan seseorang, dalam mengembangkan keterampilan pun diperlukan proses pembelajaran.
Pada pembelajaran seni tari, individu dituntut berpikir kritis, bergerak, dan juga berperilaku baik. Individu berpikir kritis ketika mengeksplorasi gerakan, menganalisis tari, dan menyusun rangkaian gerak.
Individu dituntut terampil dalam pembelajaran seni tari seperti menggerakkan gerakan sesuai dengan ketukan, hitungan, dan irama musik. Individu dituntut berperilaku baik dalam pembelajaran seni tari, yakni dalam interaksi sosial antara individu satu dengan individu lainnya, serta memiliki kepribadian yang baik.
Olah Tubuh dalam Seni Tari
Tubuh merupakan sebuah pondasi utama dalam tari. Tubuh manusia dibentuk berdasarkan tataan gerak tertentu, sehingga hasil tataan gerak dengan segala aspek estetika dan artistiknya disebut dengan tari (Hartati, 2016).
Tubuh manusia merupakan modal awal seseorang untuk dapat mengungkapkan makna serta ekspresi dari tarian yang dibawakan. Terdapat bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia, yang dapat mendukung terbentuknya sebuah gerakan yang memiliki nilai estetis, seperti kepala, leher, jari, lengan atas, lengan bawah, torso, badan, kaki, tungkai atas, dan tungkai bawah.
Tari merupakan sebuah media yang digunakan untuk mengembangkan sikap, pola pikir, dan motorik anak menuju ke arah kedewasaannya. Ketiga aspek tersebut termasuk ke dalam Taksonomi Bloom yang digagas oleh Bloom.
Masunah (2012) menyatakan bahwa, “Aspek psikomotor dapat dicapai melalui kegiatan individu bergerak dalam upaya mengekspresikan imaji kreatifnya melalui tubuhnya. Aspek kognitif sering dipandang hanya dari sudut pengetahuan teoretis saja, padahal proses berfikir dalam mewujudkan gerak pun merupakan aspek kognitif. Aspek afektif dapat dilihat antara lain dari keberanian, inisiatif, kerjasama kelompok, dan tanggung jawab”.
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa dalam seni tari tidak hanya melibatkan aspek psikomotor saja, namun aspek kognitif dan afektif pun ikut terlibat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Schack et al. (2010) yang mengemukakan bahwa:
“Representation of intended body positions plays an important role in performing dance movements. Following such a persepective, we could imagine that cognitively representated body postures as perceivable key elements are guiding dance movements during the whole performances”.
David Rosenbaum menyatakan bahwa posisi tubuh memiliki peranan penting dalam melakukan gerakan tari, dan di samping itu ada hal lain yang mewakili yakni kognitif, karena kognitif mampu membangun arsitektur tari serta membimbing gerakan tari dalam semua penampilan. Maka dari itu tidak salah bahwa banyak orang yang menganggap bahwa seni itu bersifat universal atau menyeluruh.
Tari memiliki dampak yang cukup berarti dalam masalah jiwa atau psikologi. Pembelajaran seni tari diharapkan mampu mengembangkan karakter dan perilaku individu. Rosikin (2008) mengungkapkan bahwa:
“Ketika anak melakukan seni koreografi, maka aspek kepercayaan diri, keberanian, daya juang, kematangan, ketekunan, waspada, sportivitas, dan kesabaran akan nampak pada ungkapan ekspresi anak pada saat melakukan tari tersebut”.
Tari pun berkaitan dengan aspek kepribadian, yakni kepercayaan diri, keberanian, daya juang, dan kesabaran yang melekat pada diri seseorang ketika melakukan gerakan tari. Tari memiliki kemampuan untuk mengubah kepribadian individu, dengan kata lain tari memiliki kemampun untuk memperbaiki serta memperkuat karakter yang terkait budi pekerti individu.
Baca Juga : 9 Jenis Tari Menurut Bentuk Penyajiannya
Olah Rasa dalam Seni Tari
Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang membangunnya. Menurut Hidajat (2009) jiwa manusia pada dasarnya mempunyai tiga aspek penting dan berbeda, yaitu akal, rasa, dan emosi. Berbicara mengenai rasa terkadang sulit karena cakupannya yang begitu luas dan karena rasa berbentuk abstrak dan tidak dapat dilihat dengan kasat mata serta rasa hanya dapat dirasakan keberadaannya.
Olah Rasa dalam seni tari difokuskan pada penjiwaan yang menyangkut batin si penari dan juga penontonnya. Dalam budaya Jawa konsep rasa berkaitan dengan jiwa/batin. Sulastuti (2013) mengatakan bahwa:
“Wilayah batin merupakan objek penting dalam komunikasi simbolis dalm tari. Komunitas tari Jawa Surakarta memahami objek batin itu dengan istilah rasa. Rasa dimaksudkan sebagai suatu kondisi psikis tari sekaligus penarinya. Rasa juga diartikan sebagai respon psikis/batin individupenonton/penghayatan stelah menikmati sebuah karya tari”.
Seorang penari harus mampu mengekspresikan perasaannya agar memberi kesan yang sesuai dengan tarian. Rasa merupakan ungkapan emosional penari ketika melakukan proses menari. Hidajat (2013) mengemukakan bahwa:
“Gerak manusia berawal dari bentuk-bentuk aktivitas emosional. Hasrat manusia bergerak disebabkan oleh adanya surplus energi yang ada pada diri manusia karena hal tersebut orang selalu bergerak, baik gerak yang bersifat mereaksi sesuatu stimulus (rangsangan dari luar), desakan keinginan (rangsangan dari dalam), atau untuk kebutuhan aktivitas artistik, termasuk menari”.
Dari pendapat di atas, rasa yang timbul dari aktivitas menari merupakan sebuah rangsangan yang melibatkan aspek emosional seseorang, sehingga ketika menari, seorang penari harus mampu mengendalikan dirinya.
Dalam dunia pendidikan, individu dituntut untuk mampu mengendalikan dirinya. Apabila individu dapat mengendalikan dirinya, maka tindak kriminalitas, pelecehan seksual, dan kenakalan remaja minim terjadi.
Tentunya, antara gerakan dengan perasaan dilandasi dengan pikiran serta bagian-bagian saraf di dalamnya. Aspek lain yang memiliki peran penting dalam mengembangkan karakter individu yaitu aspek sosial.
Rosikin (2008) mengemukakan bahwa terjadinya suatu kerjasama yang baik antar individual dalam seni koreografi secara kolektif, maka berdampak pada kepekaan terhadap lingkungan sosialnya. Dengan demikian, maka tari dapat mengembangkan aspek sosial individu, seperti interaksi sosial antar individu satu dengan individu yang lainnya. Proses yang berkaitan dengan rasa dalam tari yaitu kegiatan olah rasa.
Olah rasa merupakan suatu kegiatan yang dimana sangat memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi, agar pikiran dapat terfokuskan Olah rasa dapat dilakukan dengan menggunakan stimulus berupa lagu atau instrumen tertentu. Korelasi antara olah rasa dengan pengembangan karakter yakni meningkatkan sikap percaya diri individu, yaitu ketika individu berani menampilkan tarian di depan umum.
Individu diharapkan mampu mengendalikan emosinya, karena perasaan yang ditimbulkan itu datang dari pikiran, sehingga apabila pikiran jernih maka perasaanya pun secara tidak langsung akan mengikuti proses berpikir.***
Post a Comment