Header Ads

Periodisasi Perkembangan Seni Rupa Anak

Periodisasi Perkembangan Seni Rupa Anak

SENITULAR - Dalam pertumbuhannya, anak mengalami berbagai fase mulai dari merangkak sampai bisa berjalan misalnya. Begitu pula dengan perkembangan seni rupanya, anak mengalami berbagai tahap yang sesuai dengan perkembangan usianya.

Mulai dari mencoret-coret sampai dengan kepekaan visual anak terhadap objek yang digambar. Tahap-tahap perkembangan seni rupa dan kreativitas anak menurut Lowenfeld dan Brittain (1975: 121-357) dijelaskan sebagai berikut:

Masa Mencoreng (2-4 Tahun)

Aktivitas pada masa kanak-kanak memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan berikutnya. Ketika masa ini berlangsung, anak mulai belajar berbagai pola, sikap, dan kepekaan yang dimilikinya.

Dalam masa awal belajar mengenai seni dan lingkungannya, anak terlebih dahulu mengenal bentuk sederhana berupa coretan sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975: 123) bahwa:

Although the child expresses himself vocally very early in life, his first permanent record usually takes the form of a scribble at about the age of eighteen months or so.

This first mark is an important step in his development, for it is the beginning of expression which leads not only to drawing and painting but also to the written word.

Coretan-coretan yang dibuat anak semata-mata merupakan ungkapan ekspresinya yang belum dibarengi dengan kemampuan bentuk visual yang berkembang. Menurut pandangan Lowenfeld dan Brittain (1975: 123),

“...coretan (scribble) dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu coretan tak beraturan (disoredered scribbles), coretan terkendali (controlled scribbles), dan coretan bernama (named scribbles)”.

Masa Prabagan (4-7 Tahun)

Pada masa ini perlahan-lahan anak mulai meninggalkan bentuk coretan yang kemudian lebih terstruktur menjadi sebuah bentuk. Anak mulai membuat sebuah bentuk yang sering dijumpai di sekitarnya. Herawati dan Iriaji (1997: 45) memandang bahwa:

“...gerakan yang dilakukan anak usia ini sudah terkendali. Ia sudah dapat mengkoordinasikan pikir dengan emosi dan kemampuan motoriknya”.

Anak pada kisaran umur 4-7 tahun memiliki kecenderungan menggambar manusia dan objek lain dalam bentuk garis atau batang sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 155) bahwa:

It is possible to think of drawing by children of this age as evolving from an undefined collection of lines into a definite representational configuration. The circular motions and longitudinal motions turn into recognizable forms, and these representational attempts have grown directly from the scribbling stages. Usually the first symbol achieved is a man.

Perkembangan pada anak seiring dengan interaksi dan hubungannya dengan lingkungan terwujud dalam objek gambar yang dibuatnya. Anak akan terus mencari konsep dan menyadari komposisi skema, dan biasanya terpengaruh oleh gagasan yang dia temukan dalam pelajaran di sekolah. Hal ini dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 158) bahwa

“...more interest and excitement are stimulated through the relationship of the drawing to an object than between color and an object”.

Dari pendapat tersebut diketahui bahwa anak cenderung menggambar sebuah objek yang ada hubungan dengan dirinya daripada warna dari objek tersebut.


Baca Juga : Alat dan Bahan Seni Lukis

Masa Bagan (7-9 Tahun)

Masa bagan merupakan periode yang terjadi pada anak usia kelas 3 Sekolah Dasar. Bagan atau skema adalah unsur paling dominan pada masa ini. Mental dan pikiran anak sudah mulai terhubung dengan obyek di lingkungan sekitarnya sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975: 185) bahwa:

“The mental images a child has of objects in his environment are used in his thinking process; the drawing we see on the paper is the symbol of that mental image, the symbol standing for the object”.

Anak mulai menyadari mengenai sebuah objek yang digambar dari informasi dan pengetahuan yang diterima, kemudian diwujudkan dalam sebuah gambar skema. Pada masa ini muncul komposisi gambar folding over dan x-ray.

Gambar skema yang dibuat anak menurut Lowenfeld dan Brittain (1975: 186-203) dapat dikategorikan menjadi beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan usianya sebagai berikut:

Skema Manusia (Human Schema)

Skema manusia digunakan anak untuk menjelaskan figur manusia sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 186) bahwa:

“...the term human schema to describe the concept of a human figure at which the child has arrived after much experimentation”.

Skema Ruang (Space Schema)

Pemikiran rasional anak terhadap objek gambar yang dibuatnya mulai berkembang dan mulai mengenal garis dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 187) bahwa:

“...conscious awareness that a child is part of his environment is expressed by a symbol which is called a base line”.

Garis Dasar Sebagai Permukaan Daratan (The Base Line As Part of The Landscape)

Anak dalam tahap ini mengekspresikan gambar yang dibuatnya melalui simbol garis dasar sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 191) bahwa

“...the base line is used at one time to symbolize the base on which things stand and at another time to represent the surface of the landscape”.

Masa Realisme Awal (9-12 Tahun)

Perkembangan pada masa ini lebih dibedakan atas kelompok yang dianggap anak memiliki kesamaan dalam kesukaan dan kelompok bermain. Hal ini dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975: 229) bahwa:

“It is during this time that children lay the groundwork for the ability to work in groups and to cooperate in adult life”.

Kesadaran visual yang mulai berkembang membuat anak mulai meninggalkan bentuk gambar x-ray dan folding over yang dianggapnya tidak wajar. Warna yang digunakan anak pada obyek juga sudah menunjukkan kestabilan persepsi dan pemahaman yang baik sebagaimana dikemukakan Lowenfeld dan Brittain (1975: 260) bahwa:

Now that child is developing greater visual awareness, he no longer uses exaggerations, omissions, or other deviations in expressing his emotions. Although at the age of nine most children still exaggerate the size of human figure, studies have shown that this exaggeration tends to disappear during this stage of development.

Pemahaman anak yang telah berkembang lebih baik mendorongnya untuk memahami sebuah objek secara naturalistik, sehingga objek yang digambar lebih menggambarkan kesan alami.

Masa Naturalisme Semu (12-14 Tahun)

Pada masa Naturalisme Semu, kesadaran sosial anak semakin berkembang. Kepekaan anak terhadap proses perkembangan mental dan fisiknya mulai bertumbuh, dibarengi dengan pemahaman mengenai lingkungan sekitarnya. Hal ini dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975: 302) bahwa:

“...this developing self-awareness is expressed through a self-conscious approach to his environment”.

Representasi visual anak mulai berkembang dengan intelegensi dan rasio yang baik, pendekatan realistis dengan lingkungan sekitarnya juga mulai dikuasai. Pada masa ini muncul gejala kecenderungan tipe gambar anak, yaitu haptic dan visual. Objek gambar yang dipilih anak sebagian besar bertema kartun sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975: 304) bahwa:

A visual experience increased visual awareness of the human figure is limited primarily to those who derive pleasure from the changing appearances of objects around them. For those not so visually aware, and at times for all youngsters, great pleasure is taken in cartooning and representing the human figure through satirical drawings.

Kecenderungan menggambar dengan objek kartun lebih dipilih oleh anak laki-laki dan terkadang kepada objek yang disukainya seperti membuat kartun gurunya, orangtuanya, atau teman sekelasnya.

Perkembangan anak secara visual dan estetisnya dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya, baik secara sosial maupun budayanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lowenfeld dan Brittain (1975: 406) bahwa:

Aesthetic awareness may be taught through an increase in a child’s awareness of himself and a greater sensitivity to his own environment. There are numerous factors involved in aesthetics, and it is not a simple problem to deal with.

Certainly the cognitive behavior of individuals, their affective behavior, and the interaction between themselves and their environment all play a part in the development personality. The background of a student, his socioeconomic level, the cultural factors of the time, his exposure to mass media, his ability to be flexible in his thinking, and his standing in his classroom all influence the development of aesthetic awareness.

It should be understood that aesthetic growth does not necessarily refer to art; it also refers to a more intense and greater integration of thinking, feeling, and perceiving. It thus may bring about a greater sensitivity toward living, and therefore it becomes a major goal in education.

Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa terdapat berbagai penyebab ataupun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian dan kesadaran visual-estetis anak. Perkembangan anak yang begitu unik dan ekspresif harus menjadi perhatian bagi para orang tua dan guru selaku pembimbing dan pemberi arahan.

Anak yang penuh rasa ingin tahu akan mengeksplorasi ekspresi kreatif yang dimilikinya berkaitan dengan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini menjadi aspek yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran seni dan kreativitas agar anak dapat menjalani perkembangannya dengan optimal.***

No comments

Powered by Blogger.